BATANGHARI, INSPIRASIJAMBI.COM – Sungguh ironis, Dunia pendidikan dijadikan ajang bisnis oleh para oknum Sekolah di SMA Negeri 2 Batanghari, Sehingga kejam nya bisnis ini membuat orang tua murid yang tidak mampu menjadi korban.
Diduga Sekolah tersebut tega memberlakukan penggunaan LKS untuk muridnya mencari keuntungan. Peristiwa ini diakui oleh pihak sekolah bahwa pembelian LKS itu karena sudah ada kesepakatan antara wali murid melalui komite, pada Senin (19/9/2022).
Hal inipun baru terbuka karena salah satu murid yang tidak mau disebutkan namanya, mengatakan harga satu buku itu cukup fantastis, dan kalau diambil seluruhnya bisa sampai 15 LKS, itu tergantung jurusan sekolahnya IPA atau IPS.
“Harganya Rp. 13.000., dan bisa sampai lima jenis lks permata pelajaran. Pembayarannya memang bisa dicicil,” katanya.
“Kopsis disekolah hanya mengurus tentang jajanan atau makanan yang ringan, sedangkan buku itu urusan guru. Paling kopsis hanya bagian mengantar LKS ke murid yang bersangkutan,” Ujarnya.
Ia menambahkan, kalau untuk pembayaran nanti ada salah satu guru yang mencatat nama yang membayar tapi tidak diberikan nota pembayaran.
Sedangkan nota yang ia pegang hanyalah list dari buku yang diambil tanpa ada harga yang tertera disana.
Kepala sekolah SMAN 2 Batang Hari Musmulyadi membenarkan adanya penggunaan LKS disekolahnya berdasarkan kesepakatan orang tua.
“LKS untuk menunjang pendidikan, dan orang tua wali murid melalui komitenya beberapa waktu lalu saat rapat menyetujui penggunaan LKS,” katanya.
Terkait pernyataan ombudsman itu menurutnya ketika sekolah maupun kepala sekolah ataupun guru yang mengelola itu jelas tidak dibenarkan ombudsman.
“Tapi disekolah kita saat ini sekarang itu dikelola oleh kopsis, disitu ada siswa juga tapi memang ada guru juga sebagai pembimbingnya. Tapi memang koperasi sekolah itu juga ada jajan-jajan dan pena yang dijual oleh anak-anak pengurus kopsis.” Ujarnya.
“Peminatnya pun lumayan banyak, sekira 80% dari jumlah murid keseluruhan membeli LKS tersebut. Dan bagi orang tua yang tidak mampu kita subsidikan LKS ini, bahkan kita bayar,” tuturnya.
Terkait dengan keuntungan dari LKS, Musmulyadi mengatakan, tidak tahu menahu mengenai hal itu. Dan jika memang ada uangnya akan digunakan untuk kegiatan siswa yang tidak tercover dari dana BOS.
Ditempat yang sama, wakil siswa bidang kurikulum Winarni mengatakan, dengan LKS pembelajaran bisa terarah.
“Kami sebagai guru memandang LKS itu sangat penting. Kami bisa saja mengajar dengan ceramah atau hanya berbicara saja didepan murid, tapi kemampuan murid yang kami utamakan,” katanya.
Walaupun pembelian LKS tidak dianjurkan oleh Dinas Pendidikan Provinsi jambi, ia berpendapat untuk menunjang pendidikan tidak harus menunggu anjuran siapapun.
“Jika pembelian LKS melalui dana bos itu tidak efektif, karena LKS barang habis pakai yang ditulis dan dinilai langsung didalam LKS tersebut,” Sebutnya.
Winarni juga menyampaikan keluhan terhadap dunia pendidikan saat ini, karena masih ada yang beranggap negatif atas penggunaan LKS.
“Apabila tidak menggunakan LKS murid akan banyak fotocopy RKPD (rencana kerja peserta didik) yang malah akan memberatkan mereka,” ucapnya.
Terkait dengan adanya selisih atau keuntungan pendistribusian LKS, ia mengatakan tidak ada keuntungan yang didapat.
“Peserta didik langsung membayar ke penerbit, dan sekolah hanyalah fasilitator. Membayar ke penerbit dengan harga segitulah tanpa ada kelebihan,” katanya.
Ia menambahkan, bahwa tidak melihat nominal dari LKS tetapi dari sisi kebutuhan dan isi konten dari buku tersebut.
“Kami bersama guru-guru yang lain menyeleksi LKS yang diajukan penjual.” Tambahnya.
Disinyalir atas penjualan LKS tersebut terdapat keuntungan yang fantastis. Kenapa tidak, informasi yang didapat dari salah satu pemasok buku yang tidak mau disebutkan namanya, dengan jenis buku yang sama ia menjual LKS dengan harga Rp. 7000/LKS sampai ke lokasi Muara Tembesi.
Lalu wali murid membayar LKS dengan harga Rp. 13.000/LKS, Berarti selisih harga Rp. 6.000/LKS.
SMA Negeri 2 Batangjari sendiri yang dipimpin oleh Musmulyadi memiliki murid 685 Tahun Ajaran 2022. Dengan gambaran, 15 LKS apabila diambil setengah dari jumlah siswa (15LKS x 342 = 5130LKS x 6.000 = 30.780.000).
Selisih harga yang mereka dapat hingga Rp. 30.780.000 persemester, karena LKS hanya berlaku untuk satu semester.
Ia selaku pemasok buku pun mengaku tidak mau mengisi LKS ke Sekolah Negeri karena itu tidak boleh.
“Kalau negeri tidak boleh, saya pun kalau disini tidak mau melayani sekolah negeri yang meminta LKS. Kalau berani ya sembunyi-sembunyilah,” kata penjual buku yang tidak mau disebutkan namanya.
Sedangkan terkait berapa jumlah buku LKS yang terdistribusi pihak sekolah tidak memberi datanya dan bukti pembayaran terhadap penjual, tidak ditunjukkan oleh pihak sekolah.
Pernyataan dari pihak penjual yang mendistribusikan LKS ke SMAN 2 belum diketahui berapa harga aslinya.
Untuk diketahui, Ombudsman RI dalam website resminya mengatakan, ada beberapa bentuk-bentuk pungutan di sekolah, baik pungutan resmi maupun pungutan liar.
Pungutan resmi adalah pungutan yang memiliki dasar hukum dan tidak melanggar peraturan yang ada, sementara pungutan liar (pungli) adalah pungutan yang tidak memiliki dasar hukum meski telah didahului dengan kesepakatan para pemangku kepentingan.
Karena pada dasarnya kejahatan juga bisa dilakukan melalui sebuah kesepakatan dan pemufakatan (pemufakatan jahat).
Beberapa pungutan dilakukan sejak tahap pendaftaran masuk sekolah, kegiatan belajar mengajar hingga lulus sekolah. Pungutan yang sering dilakukan saat pendaftaran sekolah seperti uang pendaftaran, uang bangku sekolah, uang baju sekolah, uang daftar ulang dan uang bangunan.
Sementara pungutan yang sering dilakukan saat kegiatan belajar mengajar di sekolah adalah uang SPP/uang komite, uang les, uang buku ajar, uang LKS, uang ekstrakurikuler, uang OSIS, uang study tour, uang perpustakaan, uang pramuka, uang PMI, uang kalender, dana kelas, uang koperasi dan uang denda tidak mengerjakan PR.
Pada tahap jelang lulus sekolah, terdapat berbagai pungutan seperti uang UNAS, uang try out, uang bimbingan belajar, uang perpisahan, uang foto, uang membeli kenang-kenangan, dan uang wisuda. (Red)