Terjadinya Konflik Antara Dua Negara Yang Mengakibatkan Menurunnya Produksi Minyak Dunia

Avatar

- Redaksi

Senin, 10 Oktober 2022 - 11:09

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Penulis: Naufal Asyirof, Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Jambi 

OPINI — Hubungan Amerika Serikat dengan negara-negara eksportir minyak dan sekutunya yang tergabung dalam OPEC+ memanas. Pasalnya, di tengah ancaman krisis energi global, kartel tersebut justru mengumumkan pengurangan pasokan terbesarnya sejak 2020. Kelompok itu pun mengecam apa yang digambarkan oleh pemerintahan Presiden Joe Biden sebagai keputusan yang “berpandangan sempit”.Namun, keputusan tersebut tampaknya akan berbuntut panjang dan mengancam hubungan AS dengan negara-negara OPEC+ lebih lanjut.

Bahkan, analis energi percaya hal itu bisa menjadi ‘pintu masuk’ bagi AS untuk mencopba mengendalikan pengaruh OPEC+. Adapun, Presiden AS Joe Biden telah mengisyaratkan Kongres akan segera berusaha untuk mengendalikan pengaruh kelompok itu.Negeri Paman Sam telah berkali-kali meminta agar produksi minyak digenjot untuk mengatasi krisis energi dan menurunkan harganya di hilir. Selain itu, Biden juga berkepentingan untuk menjaga harga bahan bakar jelang pemilihan paruh waktu pada bulan depan. Dalam sebuahr pernyataan, Gedung Putih mengatakan Biden kecewa dengan keputusan ‘picik’ OPEC+ untuk memangkas kuota produksi, sementara ekonomi global menghadapi dampak negatif lanjutan dari serangan Putin ke Ukraina. Gedung Putih menambahkan bahwa Biden telah mengarahkan Departemen Energi untuk melepaskan 10 juta barel lagi dari cadangan minyak strategis bulan depan.

BACA JUGA :  Tidak Transparan, Anggota Koperasi Jelutih Makmur Merasa Dirugikan

Perlu diketahui, RUU No Oil Producing and Exporting Cartels (NOPEC) dirancang untuk melindungi konsumen dan bisnis AS dari lonjakan harga minyak.RUU itu dapat mengekspos negara-negara OPEC dan mitranya ke tuntutan hukum karena mengatur pengurangan pasokan yang menaikkan harga minyak mentah global. Agar berlaku, RUU itu perlu disahkan oleh Senat dan DPR penuh, sebelum ditandatangani menjadi undang-undang oleh presiden. Para menteri OPEC terkemuka sebelumnya telah mengkritik RUU NOPEC, memperingatkan undang-undang AS akan membawa kekacauan yang lebih besar ke pasar energi. Berbicara pada konferensi pers di Wina pada hari Rabu, Menteri Energi Saudi Pangeran Abdulaziz bin Salman mengatakan akan terus membuktikan bahwa OPEC+ ada sebagai kekuatan moderat untuk mewujudkan stabilitas. Sekretaris Jenderal OPEC Haitham Al Ghais juga membela keputusan kelompok itu untuk memberlakukan pengurangan produksi yang dalam, dengan mengatakan aliansi itu berusaha untuk memberikan keamanan dan stabilitas ke pasar energi.

BACA JUGA :  Lagi-lagi Truk angkutan Batubara Menghambat Kelancaran Lalulintas di Muara Papalik

Analis energi mengatakan dampak sebenarnya dari pengurangan pasokan dari OPEC+ untuk November kemungkinan akan terbatas, dengan pengurangan sepihak oleh Arab Saudi, Uni Emirat Arab, Irak, dan Kuwait.

Terlebih lagi, para analis mengatakan saat ini sulit bagi OPEC+ untuk membentuk pandangan lebih dari satu atau dua bulan ke depan karena pasar energi menghadapi ketidak pastian lebih banyak sanksi Eropa.

“Orang-orang Saudi mengatakan bahwa ini adalah keputusan yang didorong oleh pasar, bahwa mereka memperkirakan permintaan akan turun selama musim dingin

BACA JUGA :  100 Personel Satbrimob Polda Jambi di Berangkatkan Ke Papua

“Saya tidak dapat melihat bagaimana pemotongan volume ini tidak lebih dari sebuah pernyataan politik,” tutur Michael Stephens dari Royal United Services Institute di London.”Dan bahkan jika itu didasarkan pada alasan teknis dan murni penawaran dan permintaan, bukan itu yang ditafsirkan oleh AS,” katanya.

Dia menambahkan jika Saudi berkoordinasi dengan Rusia mengenai harga minyak, itu akan dipandang sebagai dukungan terbuka untuk Rusia.

Herman Wang, redaktur pelaksana berita OPEC dan Timur Tengah di S&P Global Platts, mengatakan kepada CNBC bahwa OPEC+ memberlakukan pengurangan produksi yang dalam dengan pandangan yang lebih panjang untuk membawa mereka melalui potensi resesi ekonomi global.

“Tapi itu datang pada waktu politik yang tidak pasti bagi AS, yang menuju ke pemilihan paruh waktu, dan hal terakhir yang ingin dilihat Gedung Putih adalah lonjakan harga bensin,” kata Wang. (*)

Facebook Comments Box

Berita Terkait

PLN ULP Kuala Tungkal Kembali Salurkan Bantuan Sembako Jelang Idul Fitri, Wujudkan Kepedulian Dan Kebersamaan
Kapolres Tanjab Barat Salurkan 100 Paket Sembako untuk Nelayan Pesisir Kuala Tungkal
Polsek Mandau Dituding Menyepelekan Laporan Masyarakat
PT. Doton Putra Kandis Gelar Buka Puasa dan Santuni Anak Yatim
Polres Tanjab Barat Berhasil Ungkap Kasus Curanmor, 13 Unit Sepeda Motor Disita
Operasi Pasar, Ratusan Warga Marosebo Ulu Rela Mengantri Dari Jam 2 Subuh Demi Dapatkan Gas Elpiji 3kg
Antisipasi Kemacetan Arus Mudik Lebaran 2025, Angkutan Batubara Dilarang Melintas Besok
Media Kandis Berbagi Takjil di Bulan Suci Ramadhan
Berita ini 40 kali dibaca

Berita Terkait

Kamis, 27 Maret 2025 - 10:00

PLN ULP Kuala Tungkal Kembali Salurkan Bantuan Sembako Jelang Idul Fitri, Wujudkan Kepedulian Dan Kebersamaan

Rabu, 26 Maret 2025 - 16:32

Kapolres Tanjab Barat Salurkan 100 Paket Sembako untuk Nelayan Pesisir Kuala Tungkal

Rabu, 26 Maret 2025 - 13:33

Polsek Mandau Dituding Menyepelekan Laporan Masyarakat

Rabu, 26 Maret 2025 - 11:23

PT. Doton Putra Kandis Gelar Buka Puasa dan Santuni Anak Yatim

Selasa, 25 Maret 2025 - 16:12

Polres Tanjab Barat Berhasil Ungkap Kasus Curanmor, 13 Unit Sepeda Motor Disita

Minggu, 23 Maret 2025 - 18:07

Antisipasi Kemacetan Arus Mudik Lebaran 2025, Angkutan Batubara Dilarang Melintas Besok

Minggu, 23 Maret 2025 - 14:26

Terjadi Pembiaran Oknum Pemain Ilegal Drilling Di Batang Hari Inisial JK, WM, ER, JN, Ada Apa APH?

Minggu, 23 Maret 2025 - 01:28

Media Kandis Berbagi Takjil di Bulan Suci Ramadhan

Berita Terbaru