Nasional-Diantara sembilan partai politik pemilik kursi di DPR-RI yang ada saat ini yakni PDI Perjuangan (PDI-P), Golkar, Gerindra, Nasdem, PKB, Demokrat, PKS, PAN dan PPP, PDI-P merupakan partai yang pergerakannya paling soft dalam menghadapi kandidasi capres 2024.
Disaat delapan partai yang lain sudah mulai sibuk dengan dinamika tarik menarik rencana koalisi untuk kandidasi capres yang akan diusung, bahkan sudah ada partai yang mencuri start dengan mendeklarasikan caprenya lebih awal, PDI-P justru tidak bergeming sama sekali soal hiruk pikuk pencapresan.
Padahal, PDI-P adalah satu-satunya partai yang telah memenuhi ambang batas presidential threshold 20 persen, sehingga dapat mengusung capres-cawapresnya sendiri pada pilpres 2024 mendatang tanpa perlu berkoalisi dengan partai yang lain.
Meski banyak diisukan PDI-P akan mengusung sang “putri mahkota” Puan Maharani, sebagai capres pada pilpres 2024, namun nyatanya sampai dengan saat ini PDI-P belum mengeluarkan statement resmi sama sekali soal siapa sosok capres yang bakal mereka usung untuk menghadapi pilpres 2024 mendatang.
Seluruh kader PDI-P, mulai dari level pengurus DPP sampai dengan level kader biasa, seolah tabu untuk berandai-andai dan kompak diam seribu bahasa soal siapa capres 2024 yang akan disusung PDI-P sebelum ada “titah” resmi dari sang Queenmaker, yang mulia ibu ketua umum Megawati Soekarnoputri.
Hal ini bisa dimaklumi, karena memang proses penetapan nama capres-cawapres 2024 yang akan diusung oleh PDI-P telah diserahkan bulat-bulat kepada ketua umum mereka, Megawati Soekarnoputri.
Mengacu pada hasil Rakernas II PDI-P yang dilaksanakan pada bulan Juni 2022 yang lalu, ditegaskan bahwa penetapan pasangan calon presiden dan wakil presiden yang akan diusung oleh PDI-P pada Pemilu 2024 berdasarkan keputusan Kongres V partai, AD/ART partai, dan tradisi demokrasi partai adalah hak prerogatif Ketua Umum, Megawati Soekarnoputri.
Atas dasar hal tersebut, maka sangatlah wajar jika kader-kader PDI-P seolah-olah diharamkan untuk mendiskusikan diruang publik masalah capres dan cawapres 2024.
Soal menjaga kepatuhan seluruh kadernya dalam menghadapi dinamika pencapresan untuk pilpres 2024 ini, PDI-P memang terbukti tidak main-main.
Sanksi teguran lisan yang diberikan kepada Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo, hanya karena ucapannya yang menyatakan siap untuk dicapreskan di 2024 saat menjawab pertanyaan salah satu media adalah bukti keseriusan PDI-P.
Padahal pernyataan Ganjar Pranowo tersebut disertai dengan kalimat “jika ditugaskan oleh partai”, atau dengan kata lain Ganjar hanya akan bersedia menjadi capres jika dicalonkan oleh PDI-P.
Namun ternyata, atas pernyataannya tersebut Ganjar tetap dijatuhi sanksi karena dianggap sudah melanggar instruksi Ketua Umum Nomor 4503/Internal/DPP/X/2022. Instruksi ini mengatur soal komunikasi politik.
Lebih jauh lagi, PDI-P bahkan juga telah menjatuhkan sanksi keras berupa surat peringatan (SP) kepada beberapa orang kader seniornya yang juga sebagian besarnya adalah anggota DPR-RI fraksi PDI-P yakni diantaranya Johan Budi, Masinton Pasaribu, Trimedya Panjaitan, Bambang Wuryanto,Hendrawan Supratikno dan Utut Adianto karena dinilai terlibat dan menjadi inisiator mencuatnya isu dewan kolonel.
Dewan kolonel sendiri merupakan sebuah forum tidak resmi atau sekelompok kader-kader senior PDI-P yang secara terang-terangan menyatakan kepada media massa bahwa mendukung pencalonan Puan Maharani untuk maju sebagai calon presiden 2024.
Bahkan, sanksi yang lebih berat lagi juga dijatuhkan oleh dewan kehormatan PDI-P kepada Ketua DPC PDIP Solo, F.X. Hadi Rudyatmo.
F.X. Rudy dijatuhi sanksi teguran keras dan terakhir karena dianggap secara terang-terangan mendukung Ganjar Pranowo maju sebagai capres 2024.
F.X. Rudy sendiri memang dikenal vokal dan sering secara terbuka menyuarakan agar PDI-P segera mendeklarasikan Ganjar Pranowo sebagai capres alih-alih Puan Maharani, meskipun dirinya sudah beberapa kali diberikan teguran dan sanksi oleh dewan kehormatan PDI-P.
Berkaca pada suksesnya partai berlambang kepala banteng ini dalam memenangkan kontestasi pilpres dua kali berturut-turut yakni ditahun 2014 dan 2019 yang lalu, hal itu menunjukkan bahwa strategi “sumbat mulut” ala PDI-P memang telah terbukti ampuh untuk mencegah terjadinya perpecahan antar kader dalam menyikapi dinamika pencapresan.
Dengan demikian, energi yang dimiliki oleh para kader PDI-P bisa sepenuhnya digunakan untuk menggerakkan mesin partai dalam upaya memenangkan capres yang diusung alih-alih berdebat kusir soal figur capres yang diusung.
Berbeda halnya dengan yang dilakukan oleh partai lainya, semisal Nasdem. Pasca pendeklarasian Anies Baswedan sebagai capres yang akan diusung oleh Nasdem pada pilpres 2024, beberapa kader Partai Nasdem langsung tercatat ada yang bereaksi dengan melakukan pengunduran diri dari partai karena merasa tidak sejalan dengan keputusan DPP Nasdem atas pencalonan Anies Baswedan sebagai capres yang akan diusung pada pilpres 2024 mendatang. ( Sultoni)