Oleh : SULTONI
Sekelompok simpatisan Partai Persatuan Pembangunan (PPP) yang menamakan diri mereka Forum Ka’bah Membangun (FKM), mendeklarasikan Anies Baswedan sebagai capres yang akan mereka dukung di Pilpres 2024 mendatang.
Acara deklarasi dukung Anies sebagai capres oleh FKM tersebut diinisiasi oleh kader senior PPP, Habil Marati, yang juga merupakan pimpinan organisasi Forum Ulama Membangun (FUM).
Dua organisasi yang dipimpin oleh Habil Marati tersebut bukan merupakan organisasi sayap resmi milik PPP dan dibentuk pada masa PPP dipimpin oleh Suharso Monoarfa.
Habil mengklaim, bahwa pembentukan dua forum organisasi yang ia pimpin itu telah mendapat restu alias persetujuan dari ketua umum PPP kala itu, Suharso Monoarfa.
Acara deklarasi yang dihadiri oleh ribuan kader PPP dan simpatisan Anies dari berbagai kelompok masyarakat tersebut, dilaksanakan digedung Pacific, Jalan Magelang KM 4,5, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), pada Rabu siang , 16 November 2022.
Habil menyebut, bahwa acara deklarasi bersama Forum Kakbah Membangun (FKM) di Jogjakarta itu sekaligus untuk menyalurkan aspirasi keluarga besar PPP yang mendukung Anies maju di Pilpres 2024.
Habil meyakini, dukungan untuk Anies bisa mengangkat suara PPP sehingga dirinya berharap PPP bisa lolos ambang batas parlemen 4 persen pada Pemilu 2024 mendatang.
Tidak diakui oleh pengurus DPP PPP, tapi juga tidak dilarang
Menyikapi adanya kegiatan deklarasi dukung Anies Baswedan sebagai capres 2024 oleh ribuan kadernya di Jogjakarta, Ketua Dewan Pimpinan Pusat Partai Persatuan Pembangunan (DPP PPP) Achmad Baidowi, sebagaimana dikutip dari CNN Indonesia menyebut bahwa setiap kader boleh menyampaikan opini dan wacana selama DPP PPP belum membuat keputusan apapun terkait nama yang akan diusung sebagai capres 2024.
Achmad Baidowi atau yang akrab disapa Awiek ini juga menyebut, bahwa seluruh kader PPP baru harus mengikuti instruksi setelah DPP PPP membuat keputusan soal siapa capres yang akan diusung pada Pilpres 2024.
Dia menambahkan, deklarasi dukungan yang disampaikan FKM terhadap Anies tidak bisa direpresentasikan sebagai suara PPP.
Awiek menegaskan, sampai saat ini PPP belum membuat keputusan apapun terkait sosok yang bakal diusung sebagai capres di Pilpres 2024 mendatang bersama dengan Partai Golkar dan PAN yang tergabung dalam Koalisi Indonesia Bersatu (KIB).
Dengan demikian dapat disimpulkan, bahwa DPP PPP sepertinya tidak mempersoalkan langkah sejumlah kadernya yang melakukan kegiatan deklarasi dukung Anies Baswedan sebagai capres 2024 di Jogjakarta, karena menilai hal tersebut bukan merupakan kegiatan resmi dari partai.
Habil Marati, kader senior PPP yang kontroversial
Meskipun diakui oleh DPP PPP bahwa Habil Marati merupakan kader senior dari PPP, namun saat ini dirinya tidak termasuk kedalam jajaran struktur kepengurusan di DPP PPP pimpinan Mardiono.
Habil Marati sendiri dikenal sebagi sosok kader senior PPP yang kontroversial.
Sosok yang juga pernah dipercaya menjadi manajer Timnas Indonesia ditahun 2012 ini lahir di Raha, Sulawesi Tenggara pada 7 November 1962.
Politisi PPP yang juga sempat menjadi anggota Komisi XI DPR-RI dari fraksi PPP di tahun 1999-2004 ini juga tercatat pernah membelot dari PPP di Pilpres 2009.
Saat itu, Habil Marati mendeklarasikan Front Persatuan Pendukung Prabowo (FPPP) bersama dengan kader PPP lain, seperti Sofyan Usman, Usamah al Hadar, dan Emilia Contessa.
Padahal, dalam Pilpres 2009 kala itu, PPP telah terikat dalam koalisi pendukung pasangan Susilo Bambang Yudhoyono-Boediono.
Di Pilkada DKI tahun 2017, Habil dan sejumlah kader PPP yang resah akibat konflik internal yang berkepanjangan antara kubu Djan Faridz dan kubu Romahurmuziy, membentuk Majelis Penyelamat Partai Persatuan Pembangunan (MP-PPP) bersama tokok-tokoh PPP lainya seperti Anwar Sanusi, Sukri Fadholi, Habil Marati, Usamah Hisyam, dan anggota DPRD DKI Abraham Lunggana alias Haji Lulung.
Dan yang paling kontroversial dari sosok Habil Marati adalah saat dirinya ditetapkan sebagai tersangka oleh pihak kepolisian dalam kasus dugaan makar dan rencana pembunuhan empat tokoh nasional dan pimpinan lembaga survei dalam aksi kerusuhan yang terjadi pada tanggal 21 dan 22 Mei 2019.
Keempat tokoh nasional yang diduga menjadi target pembunuhan tersebut yakni, Menko Polhukam Wiranto, Menko Kemaritiman Luhut Binsar Panjaitan, Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) Jenderal Budi Gunawan dan terakhir adalah staf khusus presiden bidang intelijen dan keamanan, Goris Mere. Keempatnya merupakan pejabat tinggi pemerintah saat itu.
Dalam kasus dugaan pembunuhan berencana yang menjeratnya tersebut, Habil diduga menjadi donatur pemberi dana kepada tersangka KZ alias Kivlan Zen. Dana tersebut diduga digunakan untuk pembelian senjata ilegal oleh KZ.
Dalam kasus tersebut, Habil Marati divonis satu tahun penjara oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Sikap Ambiguitas dan potensi perpecahan ditubuh PPP pada Pilpres 2024
Atas sikap dari DPP PPP yang justru tidak mempersoalkan kegiatan deklarasi dukung Anies Baswedan oleh ribuan kadernya di Jogjakarta tersebut, penulis menilai PPP bersikap ambigu dan terlihat tidak tegas dalam menyikapi deklarasi dukung Anies Baswedan oleh ribuan kadernya tersebut.
Sikap partai berlambang Ka’bah ini seolah justru sengaja membiarkan sebagian kadernya untuk bermanuver mendukung Anies Baswedan sebagai Capres 2024.
Padahal disisi lain, PPP saat ini jelas masih tergabung dalam Koalisi Indonesia Bangkit (KIB) bersama Golkar dan PAN.
KIB sendiri hingga saat ini belum menentukan sikap resminya tentang siapa sosok capres yang bakal mereka usung di Pilpres 2024.
Sikap ambiguitas dari pengurus DPP PPP yang membiarkan kadernya melakukan deklarasi capres sebelum adanya keputusan resmi dari partai tersebut justru berpotensi akan memecah belah kader partai Ka’bah ini menghadapi pemilu dan Pilpres 2024.
Karena bukan tidak mungkin, jika kegiatan deklarasi dukung Anies Baswedan sebagai capres akan kemudian diikuti dengan kegiatan-kegiatan deklarasi kepada capres-capres lain oleh kader PPP.
Apalagi, benih-benih konflik yang terjadi antara Plt. Ketua Umum PPP saat ini, Mardiono, dengan mantan Ketua Umum PPP Suharso Monoarfa, pasca pelengseran paksa Suharso Monoarfa dari jabatan Ketua Umum PPP oleh Mardiono, masih bisa sewaktu-waktu memunculkan konflik baru di internal partai berlambang Ka’bah ini.
Meskipun telah tampak melunak, hubungan Suharso Monoarfa dan Mardiono masih sangat mungkin berseteru kembali, apalagi jika dibumbui dengan terjadinya perbedaan pilihan politik pada Pilpres 2024 mendatang.
Sikap ambigu PPP dalam menyikapi kadernya soal dukung mendukung capres 2024 sebelum adanya keputusan resmi dari partai, terlihat jauh berbeda jika dibandingkan dengan sikap tegas dari PDI Perjuangan.
Jangankan menyatakan sikap dengan melakukan deklarasi dukungan kepada capres lain, menyatakan diri siap dicapreskan oleh partai sendiri saja adalah suatu hal yang bisa dijatuhi danksi oleh PDI-P.
Hal inilah yang terjadi pada Gubernur Jawa Tengah yang juga kader PDI-P, Ganjar Pranowo.
Meskipun hanya berupa sanksi teguran lisan, namun sanksi yang diberikan kepada Ganjar Pranowo oleh pengurus DPP PDI-P tersebut, sudah cukup memperlihatkan betapa rigid dan tegasnya PDI-P dalam menindak kadernya yang berani bermain-main dengan isu soal pencapresan.
Tujuannya jelas, agar soliditas kader dapat terus terjaga hingga partai menentukan sikap resminya soal siapa sosok capres-cawapres yang didukung oleh partai di Pilpres 2024.
Melihat lunaknya sikap DPP PPP dalam menanggapi kegiatan deklarasi dukungan terhadap Anies sebagai Capres 2024 yang dilakukan oleh ribuan kadernya serta menilik sejarah seringnya PPP dilanda konflik internal, maka sangat mungkin partai berlambang Ka’bah ini akan kembali dihantam badai perpecahan jika tidak mampu mengkonsolidasikan kader-kadernya yang mengalami polarisasi akibat perbedaan pilihan capres di Pilpres 2024.