Koperasi Sehati Makmur Abadi Sungai Rengas Diduga Berkedok Rentenir Dandim 0415/Jambi sambut Tim The Rising Tide-A Resonance 2023 ke Titik Finish di Wilayah Kodim 0415/Jambi Tolak Relokasi Rempang Batam, Aliansi Bangsa Bersatu Melayu Tanjabtim Gelar Aksi Solidaritas Ikut Meramaikan Open Turnamen Badminton, PB Arvi Turunkan Atlet Legend HUT Ke-3, Media Deteksijambi Adakan Turnamen Bola Voli

Home / Berita

Senin, 10 Oktober 2022 - 11:09 WIB

Terjadinya Konflik Antara Dua Negara Yang Mengakibatkan Menurunnya Produksi Minyak Dunia

Penulis: Naufal Asyirof, Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas JambiĀ 

OPINI — Hubungan Amerika Serikat dengan negara-negara eksportir minyak dan sekutunya yang tergabung dalam OPEC+ memanas. Pasalnya, di tengah ancaman krisis energi global, kartel tersebut justru mengumumkan pengurangan pasokan terbesarnya sejak 2020. Kelompok itu pun mengecam apa yang digambarkan oleh pemerintahan Presiden Joe Biden sebagai keputusan yang “berpandangan sempit”.Namun, keputusan tersebut tampaknya akan berbuntut panjang dan mengancam hubungan AS dengan negara-negara OPEC+ lebih lanjut.

Bahkan, analis energi percaya hal itu bisa menjadi ‘pintu masuk’ bagi AS untuk mencopba mengendalikan pengaruh OPEC+. Adapun, Presiden AS Joe Biden telah mengisyaratkan Kongres akan segera berusaha untuk mengendalikan pengaruh kelompok itu.Negeri Paman Sam telah berkali-kali meminta agar produksi minyak digenjot untuk mengatasi krisis energi dan menurunkan harganya di hilir. Selain itu, Biden juga berkepentingan untuk menjaga harga bahan bakar jelang pemilihan paruh waktu pada bulan depan. Dalam sebuahr pernyataan, Gedung Putih mengatakan Biden kecewa dengan keputusan ‘picik’ OPEC+ untuk memangkas kuota produksi, sementara ekonomi global menghadapi dampak negatif lanjutan dari serangan Putin ke Ukraina. Gedung Putih menambahkan bahwa Biden telah mengarahkan Departemen Energi untuk melepaskan 10 juta barel lagi dari cadangan minyak strategis bulan depan.

BACA JUGA  Lebih Tenang Saat Sudah!

Perlu diketahui, RUU No Oil Producing and Exporting Cartels (NOPEC) dirancang untuk melindungi konsumen dan bisnis AS dari lonjakan harga minyak.RUU itu dapat mengekspos negara-negara OPEC dan mitranya ke tuntutan hukum karena mengatur pengurangan pasokan yang menaikkan harga minyak mentah global. Agar berlaku, RUU itu perlu disahkan oleh Senat dan DPR penuh, sebelum ditandatangani menjadi undang-undang oleh presiden. Para menteri OPEC terkemuka sebelumnya telah mengkritik RUU NOPEC, memperingatkan undang-undang AS akan membawa kekacauan yang lebih besar ke pasar energi. Berbicara pada konferensi pers di Wina pada hari Rabu, Menteri Energi Saudi Pangeran Abdulaziz bin Salman mengatakan akan terus membuktikan bahwa OPEC+ ada sebagai kekuatan moderat untuk mewujudkan stabilitas. Sekretaris Jenderal OPEC Haitham Al Ghais juga membela keputusan kelompok itu untuk memberlakukan pengurangan produksi yang dalam, dengan mengatakan aliansi itu berusaha untuk memberikan keamanan dan stabilitas ke pasar energi.

BACA JUGA  Dinilai Lamban, LIN Jambi Pertanyakan Proses Hukum Penganiayaan Wartawan di Batanghari

Analis energi mengatakan dampak sebenarnya dari pengurangan pasokan dari OPEC+ untuk November kemungkinan akan terbatas, dengan pengurangan sepihak oleh Arab Saudi, Uni Emirat Arab, Irak, dan Kuwait.

Terlebih lagi, para analis mengatakan saat ini sulit bagi OPEC+ untuk membentuk pandangan lebih dari satu atau dua bulan ke depan karena pasar energi menghadapi ketidak pastian lebih banyak sanksi Eropa.

“Orang-orang Saudi mengatakan bahwa ini adalah keputusan yang didorong oleh pasar, bahwa mereka memperkirakan permintaan akan turun selama musim dingin

BACA JUGA  Entrepreneurs Embrace In-House Fitness

“Saya tidak dapat melihat bagaimana pemotongan volume ini tidak lebih dari sebuah pernyataan politik,” tutur Michael Stephens dari Royal United Services Institute di London.”Dan bahkan jika itu didasarkan pada alasan teknis dan murni penawaran dan permintaan, bukan itu yang ditafsirkan oleh AS,” katanya.

Dia menambahkan jika Saudi berkoordinasi dengan Rusia mengenai harga minyak, itu akan dipandang sebagai dukungan terbuka untuk Rusia.

Herman Wang, redaktur pelaksana berita OPEC dan Timur Tengah di S&P Global Platts, mengatakan kepada CNBC bahwa OPEC+ memberlakukan pengurangan produksi yang dalam dengan pandangan yang lebih panjang untuk membawa mereka melalui potensi resesi ekonomi global.

“Tapi itu datang pada waktu politik yang tidak pasti bagi AS, yang menuju ke pemilihan paruh waktu, dan hal terakhir yang ingin dilihat Gedung Putih adalah lonjakan harga bensin,” kata Wang. (*)

Share :

Baca Juga

Berita

Pengaruh Konkrit Konflik Antara Rusia Dan Ukraina Terhadap Harga Minyak Di Indonesia

Berita

Gelar Bakti Sosial Ramadhan 1444 Hijriah, PMII Rayon FISIPOL UNJA Sambangi Panti Asuhan Ibadurrahman Kota Jambi.

Berita

Menghindar Dari Patroli Kepolisian, Pembalap Liar Di Tungkal Ulu Dan Batang Asam Terkesan Kucing-kucingan.

Berita

Dengan Adanya Otonomi Daerah, Bupati Tanjabbar Sebut, Sebagian Wewenang Diserahkan Ke Daerah.

Berita

LSM Mappan Apresiasi Polda Jambi Terkait Dugaan Penghancuran Aset Gedung Lansia

Berita

Progres Pembangunan Jalan TMMD ke 115 di Kembang Seri Baru Sudah 45 Persen

Berita

Pembukaan TMMD ke 115 di Kembang Seri Baru Dimeriahkan Dengan Berbagai Pameran UMKM

Berita

Dua Hari Menghilang, Warga Rantau Gedang Ditemukan Tewas Terpanggang